KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala
puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta
keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Kepemimpinan” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan
makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan akan tetapi dengan
bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada ibu Dr. Zarah Puspitaningtyas, S.E., S.Sos., M.Sidan bapak
Nuryadi, S.KM., M.Kes selaku dosen Manajemen Kesehatan ataspengarahandan
kemudahan yang telah diberikan kepada penulis dalam pengerjaan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa
masih banyak kekurangan pada penulisan makalah ini. Maka dari itu, saran dan
kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian. Penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Jember, 26 Februari 2016
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dalam kenyataannya, para pemimpin dapat mempengaruhi
moral dan kepuasan kerja, keamanan, kualitas kehidupan kerja dan terutama
tingkat prestasi suatu organisasi.Para pemimpi juga memainkan peranan kritis
dalam membantu kelompok, organisasi atau masyarakat untuk mencapai tujuan
mereka. Kemudian, timbul pertanyaan, “Apa yang membuat seorang pemimpin
efektif?” hampir semua orang, apabila diajukan pertanyaan tersebut akan
menjawab bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau kualitas tertentu
yang diinginkan.
Kemampuan dan keterampilan kepemimpinan dalam
pengarahan merupakan faktor penting efektivitas manajer. Apabila organisasi
dapat mengidentifikasikan kualitas-kualitas yang berhubungan dengan
kepemimpinan, kemampuan untuk menyeleksi pemimpin-pemimpin efektif akan
meningkat. Apabila organisasi dapat mengidentifikasikan perilaku dan
teknik-teknik kepemimpinan efektif, pengembangan efektivitas personalia dalam
organisasi akan tercapai.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian kepemimpinan?
2.
Apa fungsi kepemimpinan?
3.
Apa syarat menjadi pemimpin?
4.
Bagaimana pendekatan yang digunakan dalam kepemimpinan?
5.
Apa saja gaya yang digunakan dalam kepemimpinan?
6.
Bagaimana kepemimpinan menjadi kepemimpinan yang efektif?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini ini adalah
1. Mengetahui
pengertian kepemimpinan.
2. Mengetahui
fungsi kepemimpinan.
3. Mengetahui
syarat menjadi pemimpin.
4. Mengetahui
pendekatan yang digunakan
dalam kepemimpinan.
5. Mengetahui gaya yang digunakan dalam kepemimpinan.
6. Mengetahui kepemimpinan yang efektif.
1.4 Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam
penulisan makalah ini adalah
1. Untuk
mengetahui apa pengertian
kepemimpinan.
2. Untuk
mengetahui apa saja fungsi
kepemimpinan.
3. Untuk
mengetahui apa saja syarat
menjadi pemimpin.
4. Untuk mengetahui bagaimana pendekatan yang digunakan
dalam kepemimpinan.
5. Untuk mengetahui apa saja gaya yang digunakan dalam
kepemimpinan.
6. Untuk mengetahui bagaimana kepemimpinan yang efektif.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Definisi/Pengertian Kepimpinan
Definisi
kepemimpinan juga diajukan Yukl, yang menurutnya adalah “ the process
of influencing others to understand and agree about what needs to be done and
how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts
to accomplish shared objectives.“ Artinya proses mempengaruhi orang lain
agar mampu memahami serta menyetujui apa yang harus dilakukan sekaligus
bagaimana melakukannya, termasuk pula proses memfasilitasi upaya individu atau
kelompok dalam memenuhi tujuan bersama.”
Definisi
kepemimpinan, cukup singkat, diajukan Peter G. Northouse yaitu “ ...is
a process whereby an individual influences a group of individuals to achieve a
common goal.” Artinya adalah proses dalam mana seorang individu
mempengaruhi sekelompok individu guna mencapai tujuan bersama.” Lewat definisi
singkat ini, Northouse menggarisbawahi sejumlah konsep penting dalam definisi
kepemimpinan yaitu:kepemimpinan merupakan sebuah proses, kepemimpinan melibatkan pengaruh, kepemimpinan muncul di dalam kelompok dan kepemimpinan melibatkan tujuan bersama.
Kepemimpinan
adalah hubungan mempengaruhi (dari pemimpin) dan hubungan kepatuhan-kepatuhan
para pengikut/bawahan karena dipengaruhi oleh kewibawaan pemimpin.(kartono,
2005). Kepemimpinan
merupakan suatu kemampuan yang melekat pada diri seseorang yang memimpin, yang
tergantung dari macam-macam faktor intern maupun ekstern. (Winardi, 2000). Menurut Pamudji dalam Umam (2012) menyatakan bahwa
menurutnya, kepimpinan itu ada dalam setiap usaha kelompook atau memiliki
posisi strategis dalam kegiatan kelompok atau organisasi.Oleh karena itu,
kepemimpinan adalah kemampuan untuk menggerakkan dan mengerahkan orang-orang
kepada tujuan yang dikehendaki oleh pemimpin.
Untuk melihat terminology
kepemimpinan berdasarkan pendekatan manajemen, kita dapat memperhatikan
pendapat Stoner (1984) melalui pendekatan manajemen, beliau mendefiniskan
kepemimpinan sebagai proses perencanaan, pengorganisasian dan pengendalian
anggota organisasi serta proses penggunaan semua sumber daya organisasi untuk
tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Berdasarkan pengertian
tersebut, unsur-unsur kepempimpinan dalam pendekatan manajemen terdiri atas
empat unsur utama, yaitu perencanaan, pengorganisasisan, pemimpin dan
pengendalian.Hal ini sekaligus mengisyarakatkan adanya hubungan yang erat
antara manajemen dan kepemimpinan.
Dari batasan kepemimpinan
sebagaimana telah disebutkan, seorang dikatakan pemimpin apabila dia mempunyai
pengikut atau bawahan.Bawahan dapat disuruh untuk mengerjakan sesuatu atau
tidak mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan.
2.2
Fungsi Kepemimpinan
Dalam Winardi (2000)
fungsi kepemimpinan terbagi dalam 3 aspek yaitu:
a.
Aspek tekis-organisatoris
Dalam aspek ini merupakan elemen
perencanaan (PLANNING) yang tercakup secara implisit, perncanaan disuatu pihak
meliputi tindakan menetapkan garis besar (policy) yang harus diikuti di dalam
proses produksi, sedangkan dilain pihak ia mencakup pula tindakan menetapkan
struktur organisasi rumah tangga perusahaan yang bersangkutan
b. Aspek
finansial ekonomis
Dalam aspek finansial ekonomis
terkandung elemen pengawasan control dan tindakan mengoreksi
kesalahan-kesalahan yang terjadi
c.
Aspek manusia (sosial)
Pada aspek manusia (sosial) disuatu pihak terlihat adanya
elemen koordinasi dari semua pekerjaan dilingkungan perusahaan menjadi
satu-kesatuan hmogen dan dipihak lain ppihak penciptaan faktor-faktor yang
menyebabkan para pejabat cenderung mengerahkan aktifitas mereka semaksimal
mungkin.
Adapun
fungsi kepemimpinan menurut Kartono (2005) yaitu memandu, menuntun, membimbing,
membangun, memberi atau membangun motivasi kerja, mengemudikan organisasi,
menjalin jaringan-jaringan komunikasi yang baik memberikan supervise/pengawasan
yang efisien dan membawa para pengikutnya kepada sasaran yang ingin dituju
sesuai dengan ketentuan waktu dan perencanaan.
2.3
Syarat Kepemimpinan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
seorang yang tergolong sebagai pemimpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya
telah diberkahi bakat kepemimpinan dan mengembangkan bakat genetisnya melalui
pendidikan pengalaman kerja. Pengembangan kemampuan itu merupakan suatu proses
yang berlangsung terus-menerus agar yang bersangkutan semakin memiliki banyak ciri-ciri
kepemimpinan.
Walaupun belum ada
kesatuan pendapat antara para ahli mengenai syarat-syarat ideal yang harus
dimiliki oleh seorang pemimpin, beberapa karakter terpenting yang harus
dimiliki adalah :
a. Pendidikan
umum yang luas
b. Bersifat
generalis
c. Kemampuan
berkembang secara mental
d. Keingintahuan
yang besar
e. Kemampuan
analistik
f. Daya
ingat yang kuat
g. Kapasitas
integratif
h. Keterampilan
berkomunikasi
i.
Keterampilan mendidik
j.
Personalitas dan objektivitas
k. Pragnatisme
l.
Naluri untuk menentukan orioritas
m. Sederhana
n.
Berani, tegas dan sebagainya.
2.4
Pendekatan Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah suatu konsep yang
kompleks sehingga para ahli mengkaji masalah ini dari aneka sisi. Masing-masing
sisi memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Sebagai contoh, penulis
seperti Peter G. Northouse membagi pendekatan kepemimpinan menjadi:Pendekatan
Sifat (Trait), Pendekatan
Keahlian (Skill), Pendekatan Gaya (Style), Pendekatan Situasional, Pendekatan Kontijensi, Teori Path-Goal, Teori Pertukaran Leader-Member, Pendekatan Transformasional, Pendekatan Otentik, Pendekatan Tim dan Pendekatan Psikodinamik.
Pendekatan sifat termasuk
pendekatan kepemimpinan yang paling tua. Pendekatan sifatmenganggap
pemimpin itu dilahirkan (given) bukan dilatih atau diasah. Kepemimpinan
terdiri atas atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin, atau sifat
personal, yang membedakan pemimpin dari pengikutnya. Sebab itu, pendekatan
sifat juga disebut teori kepemimpinan orang-orang besar. Lebih
jauh, pendekatan ini juga membedakan antara pemimpin yang efektif dengan yang
tidak efektif. Pendekatan ini dimulai tahun 1930-an dan hingga kini telah
meliputi 300 riset.
Fokus pendekatan sifat semata-mata
pada pemimpin per se. Pemimpin berbeda dengan pengikut akibat ia
punya sejumlah sifat kualitatif yang tidak dimiliki pengikut pada umumnya.
Setelah merangkum studi yang dilakukan oleh Ralph Melvin Stogdill (1948), Mann
(1959), Stogdill (1974), Lord, DeVader, and Alliger (1986),
Kirkpatrick and Locke (1991) dan Zaccaro, Kemp, and Bader
(2004), Peter G. Northouse menyimpulkan sifat-sifat yang melekat pada diri
seorang pemimpin yang melakukan kepemimpinan (menurutpendekatan sifat)
adalah sifat-sifat kualitatif berikut:
1)
Intelijensi – Pemimpin cenderung punya intelijensi
dalam hal kemampuan bicara, menafsir, dan bernalar yang lebih kuat ketimbang
yang bukan pemimpin.
2)
Kepercayaan Diri –
Kepercayaan diri adalah keyakinan akan kompetensi dan keahlian yang dimiliki,
dan juga meliputi harga diri serta keyakinan diri.
3)
Determinasi – Determinasi adalah hasrat menyelesaikan
pekerjaan yang meliputi ciri seperti berinisiatif, kegigihan, mempengaruhi, dan
cenderung menyetir.
4)
Integritas – Integritas adalah kualitas kujujuran dan
dapat dipercaya. Integritas membuat seorang pemimpin dapat dipercaya dan layak
untuk diberi kepercayaan oleh para pengikutnya.
5)
Sosiabilitas – Sosiabilitas adalah kecenderungan
pemimpin untuk menjalin hubungan yang menyenangkan. Pemimpin yang menunjukkan
sosiabilitas cenderung bersahabat, ramah, sopan, bijaksana, dan diplomatis.
Mereka sensitif terhadap kebutuhan orang lain dan menunjukkan perhatian atas
kehidupan mereka.
Sementara itu, secara kuantitatif,
pendekatan sifat memilah indikator kepemimpinan yang juga dikenal sebagai The
Big Five Personality Factors sebagai berikut:
1)
Neurotisisme– Kecenderungan menjadi depresi, gelisah,
tidak aman, mudah diserang, dan bermusuhan.
2)
Ekstraversi– Kecenderungan menjadi sosiabel dan tegas
serta punya semangat positif.
3)
Keterbukaan– Kecenderungan menerima masukan, kreatif,
berwawasan, dan punya rasa ingin tahu.
4)
Keramahan– Kecenderungan untuk menerima,
menyesuaikan diri, bisa dipercaya, dan mengasuh.
5)
Kecermatan– Kecenderungan untuk teliti,
terorganisir, terkendali, dapat diandalkan, dan bersifat menentukan.
Kelima faktor yang dapat dikuantifikasi di
atas, lewat sejumlah riset, punya korelasi kuat dengan
kepemimpinan-kepemimpinan tertentu di dalam organisasi.
b.
Pendekatan Keahlian (Skills Approach)
Pendekatan Keahlian punya fokus yang sama
dengan pendekatan sifat yaitu individu pemimpin. Bedanya,
jika pendekatan sifat menekankan pada karakter personal
pemimpin yang bersifat given by God, maka pendekatan
keahlian menekankan pada keahlian dan kemampuan yang dapat dipelajari
dan dikembangkan oleh siapapun yang ingin menjadi pemimpin organisasi.
Jika pendekatan sifat mempertanyakan siapa
saja yang mampu untuk menjadi pemimpin, maka pendekatan
keahlian mempertanyakan apa yang harus diketahui untuk menjadi
seorang pemimpin. Definisi pendekatan keahlian adalah
kemampuan seseorang untuk menggunakan pengetahuan dan kompetensi yang ada dalam
dirinya untuk mencapai seperangkat tujuan. Keahlian, menurut pendekatan
keahlian dapat dipelajari, dilatih, dan dikembangkan.
Pendekatan Keahlian terbagi dua :
(1) Keahlian Administratif Dasar, dan (2) Model Keahlian
Baru. Keahlian Administratif Dasar terdiri atas penguasaan
dalam hal: Teknis, Manusia, dan Konseptual.
Keahlian Administratif Dasar.
Kepemimpinan banyak didasari oleh tiga keahlian administrasi dasar yaitu: teknis,
manusia, dan konseptual. Keahlian-keahlian ini berbeda sesuai sifat dan
kualitas seorang pemimpin.
1)
Keahlian Teknis
Keahlian ini merupakan pengetahuan
mengenai dan kemahiran atas jenis pekerjaan tertentu. Keahlian ini meliputi
kompetensi-kompetensi di area spesialisasi tertentu, kemampuan analitis, dan
kemampuan menggunakan alat dan teknik yang tepat. Contoh, di perusahaan software komputer,
keahlian teknis dapat meliputi pengetahuan bahasa program dan bagaimana
memprogramnya, serta memastikan hasilnya dapat dimanfaatkan oleh para klien.
2)
Keahlian Manusia
Keahlian Manusia adalah pengetahuan
mengenai dan kemampuan bekerja dengan orang lain. Keahlian ini beda dengan
keahlian teknis, di mana keahlian manusia berorientasi manusia, sementara
keahlian teknis berorientasi benda.
3)
Keahlian Konseptual
Keahlian konseptual adalah
kemampuan untuk bekerja dengan gagasan-gagasan dan konsep-konsep. Jika keahlian
teknis bicara tentang kerja dengan benda, keahlian manusia bicara tentang kerja
dengan manusia, maka keahlian konseptual bicara tentang kerja
dengan ide atau gagasan. Pemimpin yang punya keahlian konseptual merasa
nyaman tatkala bicara tentang ide yang membentuk suatu organisasi dan dapat
melibatkan diri ke dalamnya. Mereka mahir menempatkan tujuan organisasi ke
dalam kata-kata yang bisa dipahami oleh para pengikutnya.
Model Keahlian Baru.
Model Keahlian Baru dikenal juga dengan nama Model
Kapabilitas. Model ini menguji hubungan antara pengetahuan dan keahlian
seorang pemimpin dengan kinerja yang ditunjukkan oleh pemimpin tersebut dalam
memimpin.
Pendekatan gaya
kepemimpinan menekankan pada perilaku seorang pemimpin. Ia berbeda
dengan pendekatan sifat yang menekankan pada
karakteristik pribadi pemimpin, juga berbeda dengan pendekatan keahlian yang
menekankan pada kemampuan administratif pemimpin. Pendekatan gaya
kepemimpinan fokus pada apa benar-benar dilakukan oleh pemimpin dan
bagaimana cara mereka bertindak. Pendekatan ini juga memperluas kajian
kepemimpinan dengan bergerak ke arah tindakan-tindakan pemimpin terhadap anak
buah di dalam aneka situasi.
Pendekatan
ini menganggap kepemimpinan apapun selalu menunjukkan dua perilaku umum :
(1) Perilaku Kerja, dan (2) Perilaku Hubungan. Perilaku
kerja memfasilitasi tercapainya tujuan: Mereka membantu anggota
kelompok mencapai tujuannya. Perilaku hubunganmembantu bawahan
untuk merasa nyaman baik dengan diri sendiri, dengan orang lain, maupun dengan
situasi dimana mereka berada. Tujuan utama pendekatan gaya
kepemimpinan adalah menjelaskan bagaimana pemimpin mengkombinasikan
kedua jenis perilaku (kerja dan hubungan) guna mempengaruhi bawahan dalam
upayanya mencapai tujuan organisasi.
Pendekatan Situasional adalah
pendekatan yang paling banyak dikenal. Pendekatanini dikembangkan oleh Paul
Hersey and Kenneth H. Blanchard tahun 1969 berdasarkan Teori
Gaya Manajemen Tiga Dimensi karya William J. Reddin tahun 1967.
Pendekatan kepemimpinan Situasional fokus pada fenomena
kepemimpinan di dalam suatu situasi yang unik. Premis dari pendekatan ini
adalah perbedaan situasi membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda.
Dari cara pandang ini, seorang pemimpin agar efektif harus mampu menyesuaikan
gaya mereka terhadap tuntutan situasi yang berubah-ubah.
Pendekatan kepemimpinan situasional menekankan
bahwa kepemimpinan terdiri atasdimensi arahan dan dimensi
dukungan. Setiap dimensi harus diterapkan secara tepat dengan memperhatikan
situasi yang berkembang. Guna menentukan apa yang dibutuhkan oleh situasi
khusus, pemimpin harus mengevaluasi pekerja mereka dan menilai seberapa
kompeten dan besar komitmen pekerja atas pekerjaan yang diberikan.
Teori Path-Goal sebagai
salah satu pendekatan dalam kepemimpinan masih termasuk ke dalam kategori
Pendekatan Kontijensi. Teori ini dikembangkan oleh Robert J. House
serta Robert J. House and Gary Dessler.
Teori ini mengajukan pendapat bahwa
kinerja bawahan dipengaruhi oleh sejauh mana manajer mampu memuaskan
harapan-harapan mereka. Teori Path-Goal menganggap bawahan memandang
perilaku pemimpin sebagai pengaruh yang mampu memotivasi diri mereka, yang
berarti:
1)
Kepuasan atas kebutuhan mereka bergantung atas kinerja
efektif
2)
Arahan, bimbingan, pelatihan, dan dukungan yang
diperlukan.
Berdasarkan
hal-hal tersebut, House mengidentifikasi 4 tipe perilaku kepemimpinan sebagai
berikut:
1)
Kepempimpinan Direktif,
melibatkan tindak pembiaran bawahan untuk tahu secara pasti apa yang diharapkan
dari seorang pemimpin melalui proses pemberian arahan (direksi). Bawahan
diharap mengikuti aturan dan kebijakan.
2)
Kepemimpinan Suportif,
melibatkan cara yang bersahabat dan bersifat merangkul pemimpin atas bawahan
dengan menampakkan perhatian atas kebutuhan dan kesejahteraan bawahan.
3)
Kepempimpinan Partisipatif,
melibatkan diadakannya proses konsultatif dengan para bawahan serta
kecenderungan menggunakan evaluasi yang berasal dari opini dan saran bawahan
sebelum manajer membuat keputusan.
4)
Kepemimpinan Berorientasi Pencapaian,
melibatkan perancangan tujuan yang menantang bagi para bawahan, mencari
perbaikan atas kinerja mereka, dan menunjukkan keyakinan bahwa bawahan dapat
melakukan kinerja secara baik.
Teori Path-Goal menyatakan
bahwa tipe perilaku kepemimpinan yang berbeda dapat dipraktekkan oleh orang
yang sama di situasi yang berbeda. Perilaku Kepemimpinan dalam Teori Path-Goal ditentukan
oleh dua faktor situasional yaitu: (1) Karakteristik Personal Bawahan dan
(2) Sifat Pekerjaan.
Karakteristik
Personal Bawahan sangat menentukan bagaimana bawahan bereaksi
terhadap perilaku pemimpin serta sejauh mana mereka melihat perilaku pemimpin
tersebut sebagai sumber langsung dan potensial untuk memuaskan kebutuhan
mereka. Sifat Pekerjaan berhubungan dengan sejauh mana
pekerjaan bersifat rutin dan terstruktur, atau bersifat non rutin dan tidak
terstruktur.
Contoh,
semakin terstruktur suatu pekerjaan, semakin tujuannya jelas, dan semakin
terbangun rasa percaya diri bawahan, maka upaya untuk terus-menerus menjelaskan
suatu pekerjaan atau pengarahan merupakan tindakan pemimpin yang tidak
diharapkan oleh bawahan. Namun, tatkala pekerjaan tidak terstruktur secara
baik, tujuan tidak jelas, dan bawahan kurang pengalaman, lalu gaya kepemimpinan
yang bersifat direktif (pengarah) akan lebih diterima oleh para bawahan.
Perilaku
kepemimpinan yang efektif didasarkan atas kehendak pemimpin untuk membantu
bawahan dan kebutuhan bawahan untuk dibantu pemimpin. Perilaku kepemimpinan
akan bersifat motivasional sejauh perilaku tersebut menyediakan arahan,
bimbingan dan dukungan yang diperlukan bawahan, mendorong hubungan path-goal secara
lebih jelas, dan membuang tiap hambatan yang merintangi pencapaian
tujuan.
Hingga sejauh ini, pendekatan-pendekatan
kepemimpinan lebih tertuju pada Pemimpin (Pendekatan Sifat, Pendekatan
Keahlian, dan Pendekatan Gaya) atau pada Pengikut dan Konteks Situasi
(Pendekatan Situasional, Teori Kontijensi, dan Teori Path-Goal).
TeoriLeader-Member Exchange (LMX Theory) berbeda.
Teori LMX fokus
pada interaksi antara Pemimpin dengan Pengikut. Teori ini
termanifestasi dalam pola hubungan dyadic (berdasar 2 pihak)
antara pemimpin dan pengikut sebagai fokus proses kepempimpinan. Dalam
interaksi pemimpin-pengikut, terdapat tiga fase interaksi, yang bagannya
sebagai berikut:
Fase
|
Tahap
1
Asing
|
Tahap
2
Perkenalan
|
Tahap
3
Persekutuan
|
Peran
|
Tertulis
|
Pengujian
|
Negosiasi
|
Pengaruh
|
Satu Arah
|
Campuran
|
Timbal Balik
|
Pertukaran
|
Kualitas Rendah
|
Kualitas Moderat
|
Kualitas Tinggi
|
Kepentingan
|
Diri Sendiri
|
Diri Sendiri dan Orang Lain
|
Kelompok
|
Fase-fase tersebut adalah Fase Asing, Fase
Perkenalan, dan Fase Persekutuan.
1)
Fase Asing. Pada fase ini interaksi dyad pemimpin-bawahan
umumnya terbangun lewat aturan formal organisasi atau kontrak pekerjaan yang
telah ditandatangani. Pemimpin dan bawahannya berhubungan satu sama lain sesuai
dengan peran-peran yang diharapkan oleh organisasi selaras dengan job
description. Bawahan berhadapan dengan seorang pemimpin yang bersifat
formal, yang secara hirarkis statusnya berada di atas posisi mereka, dan
tujuan di dalam diri bawahan sekadar memperoleh reward ekonomis
dari kendali yang diterapkan pemimpin. Motif-motif bawahan selama Fase
Asing diarahkan terhadap kepentingan diri mereka sendiri ketimbang kebaikan
kelompok.
2)
Fase Perkenalan. Fase
ini diawali adanya tawaran yang diajukan pemimpin atau bawahan untuk
meningkatkan pertukaran sosial yang sifatnya career-oriented, yang
bisa saja melibatkan saling berbagi sumber daya atau informasi. Fase ini merupakan
fase pengujian, baik untuk pemimpin ataupun bawahan. Dari sisi bawahan,
pengujian berkisar pada ketertarikan bawahan untuk mengambil peran dan tanggung
jawab yang lebih. Dari sisi pemimpin, untuk menilai apakah ia mau menyediakan
tantangan baru atas bawahan. Selama fase ini, dyad beralih
dari interaksi yang sekadar diatur lewat formalnya peraturan dan peran jabatan
menuju cara berhubungan yang baru. Dyad yang berhasil
dalam Fase Perkenalan diawali dengan terbangunnya kepercayaan
dan respek yang lebih besar atas satu sama lain. Mereka mengurangi fokus atas
kepentingan diri mereka sendiri dan beralih pada pencapaian tujuan kelompok.
3)
Fase Persekutuan. Fase
ini ditandai dengan pertukaran Leader-Member yang berkualitas
tinggi. Pihak-pihak yang masuk ke tahap ini menunjukkan hubungan yang
didasarkan pada kesalingpercayaan, respek, dan rasa kewajiban satu sama lain.
Mereka telah menguji hubungan mereka bangun dan menemukan situasi di mana
mereka sesungguhnya dapat bergantung satu sama lain.
Studi yang dilakukan Chester A.
Schriesheim, Stephanie L. Castro, Xiaohua Zhou, dan Francis J. Yammarino tahun
2001 atas 75 manajer bank dan 58 insinyur mesin, menunjukkan bahwa
hubungan leader-member yang baik adalah tatkala mereka mulai
lebih bersifat egalitarian.
Salah satu intrumen yang berupaya mengukur
pertukaran Hubungan Leader-Member (LMX) disajikan oleh Richard L.
Daft. Contohnya seperti di sampaikan di bawah ini dengan modifikasi pada
pemberian Skala Likert:
Sebagai sesama manusia, saya menyukai
atasan saya.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Saat saya membuat kesalahan, atasan
langsung saya membela saya bahkan di depan atasannya sendiri.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Pekerjaan yang saya lakukan selalu
melampaui apa yang sesungguhnya diinginkan atasan saya.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Saya mengagumi pengetahuan profesional
dan kemampuan atasan saya.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Atasan saya adalah orang menyenangkan
untuk diajak bekerja sama.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Demi kepentingan kelompok saya bersedia
bekerja secara maksimal.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Atasan saya memuji pekerjaan saya
dihadapan orang lain.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
Saya respek pada kemampuan manajemen
atasan saya.
|
1.SS 2.S 3.R 4.TS 5.STS
|
g.
Pendekatan Kepemimpinan Transformasional
Pendekatan Kepemimpinan Transformasional
awalnya digagas oleh James MacGregor Burns tahun 1978.Ia membedakan 2 jenis
kepemimpinan yaitu Kepemimpinan Transaksional dan lawannya, Kepemimpinan
Transformasional.
Pemimpin bercorak transaksional adalah
mereka yang memimpin lewat pertukaran sosial. Misalnya, politisi memimpin
dengan cara “menukar satu hal dengan hal lain: pekerjaan dengan suara, atau
subsidi dengan kontribusi kampanye. Pemimpin bisnis bercorak transaksional menawarkan reward finansial
bagi produktivitas atau tidak memberi rewardatas kurangnya
produktivitas.
Pemimpin bercorak transformasional adalah
mereka yang merangsang dan mengispirasikan pengikutnya, baik untuk mencapai
sesuatu yang tidak biasa dan, dalam prosesnya, mengembangkan kapasitas
kepemimpinannya sendiri. Pemimpin transformasional membantu pengikutnya untuk
berkembang dan membuat mereka jadi pemimpin baru dengan cara merespon
kebutuhan-kebutuhan yang bersifat individual dari para pengikut. Mereka memberdayakan
para pengikut dengan cara menselaraskan tujuan yang lebih besar individual para
pengikut, pemimpin, kelompok, dan organisasi.
Kepemimpinan Transformasional dapat
mengubah pengikut melebihi kinerja yang diharapkan, sebagaimana mereka mampu
mencapai kepuasan dan komitmen pengikut atas kelompok ataupun organisasi.
Bagan Lengkap item pertanyaan untuk
kepemimpinan transformasional dan transaksional sebagai berikut:
SKALA
|
ITEM
PERTANYAAN
|
Tranformasional
|
|
Idealized-Influence
(Attibuted Charisma)
|
Pemimpin menanamkan kebanggaan pada diri
saya karena saya bergabung dengan mereka.
|
Idealized-Influence
(Perilaku)
|
Pemimpin merinci pentingnya memiliki
tujuan dalam bekerja.
|
Inspirational
Motivation
|
Pemimpin menyatakan visi-visi yang
menarik di masa depan.
|
Intellectual
Stimulation
|
Pemimpin selalu mengupayakan cara
pandang yang berbeda dalam menyelesaikan masalah.
|
Individual
Consideration
|
Pemimpin kerap meluangkan waktu untuk
mengajari dan melatih bawahannya.
|
Transaksional
|
|
Contingent
Reward
|
Pemimpin jelas membedakan apa yang akan
saya peroleh lewat kinerja tertentu.
|
Management-By-Exception
Aktif
|
Pemimpin fokus pada ketidakteraturan,
kesalahan, pengecualian, dan penyimpangan atas standar kerja.
|
Management-By-Exception
Pasif
|
Pemimpin menunjukkan bahwa ia yakin
bahwa kalau tidak ada masalah, jangan mengutak-kutik sesuatu.
|
Laissez-Faire
|
Pemimpin kerap menunda tanggapan atas
masalah atau permintaan penting.
|
h. Pendekatan
Kepemimpinan Otentik
Kepemimpinan otentik terdapat
dalam tulisan Bruce J. Avolio and Fred Luthans.Avolioand Luthans
mendefinisikan kepemimpinan otentik sebagai “proses
kepemimpinan yang dihasilkan dari perpaduan antara kapasitas psikologis individu
dengan konteks organisasi yang terbangun baik, sehingga mampu menghasilkan
perilaku yang tinggi kadar kewaspadaan dan kemampuannya dalam mengendalikan
diri, sekaligus mendorong pengembangan diri secara positif.”
Kepemimpinan otentik memiliki empatkomponen,
yaitu: (1) Kewaspadaan Diri; (2) Perspektif Moral yang Terinternalisasi; (3)
Pengelolaan Berimbang; dan (4) Transparansi Hubungan.
1)
Kewaspadaan
Diri
Meningkatnya
kewaspadaan diri adalah faktor perkembangan penting bagi pemimpin otentik.
Lewat refleksi, pemimpin otentik dapat mencapai derajat yang jelas seputar
nilai-nilai inti yang mereka anut, identitas, emosi, dan motivasi atau
tujuannya. Dengan mengenali diri sendiri, pemimpin otentik memiliki pemahaman
yang kuat seputar kediriannya sehingga menjadi pedoman mereka baik dalam setiap
proses pengambilan keputusan maupun dalam perilaku kesehariannya.Kewaspadaan
diri digambarkan pula sebagai memiliki kewaspadaan atas, dan keyakinan dalam,
motif, perasaan, hasrat, dan pengetahuan diri relevan lainnya. Kewaspadaan diri
juga melibatkan kesadaran akan kekuatan diri, kelemahan diri, sebagai
unsur-unsur yang saling bertolak belakang yang ada pada setiap manusia.
Kewaspadaan diri adalah proses yang berlangsung selama refleksi seorang
pemimpin atas nilai, identitas, emosi, dan motivasi serta tujuannya yang
unik.
a) Nilai
Pemimpin otentik akan melawan setiap
tuntutan situasional serta sosial yang dianggap mencoba melemahkan nilai-nilai
yang mereka miliki. Nilai-nilai ini bisa didefinisikan sebagai “konsepsi yang
diinginkan seorang aktor sosial – pemimpin organisasi, pembuat kebijakan,
individu – yang membimbing cara mereka dalam memilih tindakan, menilai orang
dan peristiwa, serta menjelaskan tindakan dan evaluasinya tersebut. Nilai
juga menyediakan dasar bagi tindakan pemimpin dalam upaya penyesuai mereka atas
kebutuhan komunitas yang mereka pimpin ataupun unit organisasi mereka secara
khusus. Nilai dipelajari lewat proses sosialisasi. Sejak terinternalisasi,
nilai tersebut menjadi bagian integral dari sistem kedirian seseorang.
Sehubungan dengan pemberian pengaruh pemimpin pada pengikut, nilai tersebut
tidak bisa dikompromikan dan akan mereka transfer.
b) Identitas
Identitas adalah teori yang mencoba untuk
menggambarkan, menghubungkan, dan menjelaskan sifat, karakter, dan pengalaman
individu. Dua tipe identitas yang didiskusikan dalam konteks kepempinan otentik
adalah : (1) identitas personal, dan (2) identitas sosial. Identitas
personal adalah kategorisasi diri yang didasarkan pada karakteristik
unik seseorang – termasuk sifat dan atributnya – yang membedakan satu individu
dengan individu lainnya. Identitas sosial adalah identitas
yang didasarkan atas sejauh mana individu mengklasifikasikan dirinya selaku
anggota dari suatu kelompok sosial tertentu, termasuk kekuatan emosi dan nilai
yang terbentuk terkait dengan keanggotaan tersebut. Identitas personal dan
sosial saling berhubungan satu sama lain sebagai hasil refleksi seseorang atas
dirinya sendiri serta interaksinya dengan orang lain. Pemimpin otentikmemahami
identitas personal dan sosial ini secara jelas dan selalu mewaspadainya.
c) Emosi
Pemimpin otentik juga memiliki kewaspadaan
diri yang bersifat emosional. Semakin tinggi kecerdasan emosional seseorang,
semakin waspada mereka atas emosi tersebut sehingga dapat memahami
pengaruhnya atas proses kognitif dan kemampuan pembuatan keputusannya.
Kesadaran diri seputar dimensi emosi seseorang merupakan prediktor kunci untuk
membangun kepemimpinaan yang efektif.
d) Motivasi/Tujuan
Pemimpin otentik berorientasi pada masa depan.
Mereka secara terus-menerus berupaya mengembangkan baik dirinya maupun para
pengikutnya. Tindakan pemimpin otentik diarahkan oleh motif-motif untuk
menyempurnakan dirinya. Mereka cenderung aktif mencari feedback yang
akurat dari para stakeholder (pengikut, teman, mentor,
pelanggan) tidak hanya untuk mengkonfirmasi pandangan pribadi mereka sendiri,
tetapi juga guna mengenali diskrepansinya (kesenjangannya) antara kondisi nyata
dengan pandangan pribadinya.
2)
Perspektif moral yang terinternalisasi
Perspektif moral yang terinternalisasi
menggambarkan proses pengaturan diri sendiri di mana pemimpin cenderung
meresapkan nilai-nilai mereka kepada maksud juga tindakan mereka. Pemimpin
otentik akan melawan setiap tekanan eksternal yang berlawanan dengan standar
moral yang mereka pegang melalui proses regulasi internal di dalam diri mereka,
yang memastikan bahwa nilai-nilai mereka tetap selaras dengan tindakan yang
mereka ambil. Dengan meresapkan nilai ke dalam tindakan serta bertindak menurut
kesejatian diri sendiri, pemimpin otentikmenunjukkan konsistensi
antara apa yang mereka katakan dengan apa yang mereka lakukan.
3)
Pengelolaan Berimbang.
Pengelolaan berimbang juga kerap dirujuk
sebagai pengelolaan yang tidak memihak. Terhadap informasi negatif dan positif, pemimpin
otentik mampu mendengar, menafsir, dan memprosesnya dengan cara yang
obyektif. Proses ini mereka lakukan sebelum mengambil keputusan dan tindakan.
Proses ini meliputi pengevaluasian kata-kata dan tindakan mereka sendiri secara
obyektif tanpa mengabaikan atau menyimpangkan sesuatu yang ada, termasuk
interpretasi seputar gaya kepemimpinannya sendiri. Pengelolaan berimbang juga
berhubungan dengan karakter dan integritas seorang pemimpin.
4)
Transparansi Hubungan
Pemimpin
otentik tidak cukup hanya memiliki kewaspadaan diri, selaras
antara tindakan dengan nilai, dan obyektif dalam menafsir, tetapi seorangpemimpin
otentik juga harus mampu mengkomunikasikan informasi dengan cara
terbuka dan jujur dengan orang lain lewat pengungkapan diri sendiri yang cenderung
bisa dipercaya.
Sulit untuk waspada dan tidak memihak
apabila sudah diperhadapkan dengan kelemahan diri sendiri. Namun, adalah lebih
sulit lagi untuk mengekspos kelemahan tersebut pada orang lain di dalam
organisasi. Kendati begitu, menjadi terbuka dengan perasaan, motif, dan
kecenderungan orang lain akan membangun kepercayaan dan perasaan stabil,
menguatkan kerjasama dan semangat kerja di dalam tim yang mereka pimpin.
Pemimpin yang menunjukkan transparansi hubungan akan dianggap sebagai pemimpin yang lebih
sejati dan lebih otentik.
Tim adalah kelompok di dalam organisasi
yang anggota-anggotanya saling bergantung satu sama lain, saling berbagi tujuan
bersama, dan dicirikan oleh adanya satu orang yang mengkoordinasikan kegiatan
bersama mereka. Koordinasi tersebut dilakukan demi mencapai tujuan bersama.
Contoh dari sebuah tim adalah tim manajemen proyek, gugus tugas, unit-unit
kerja, atau tim pengembang organisasi.
Di dalam tim, fungsi utama kepemimpinan
adalah berupaya mencapai tujuan organisasi (tim) secara kolektif, bukan
individual. Tim umumnya memiliki seorang pemimpin yang telah ditentukan.
Pemimpin tersebut dapat berasal dari dalam tim itu sendiri maupun dari
luar.
j.
Pendekatan Psikodinamik
Pendekatan psikodinamik dalam kepemimpinan
dibangun berdasarkan dua asumsi dasar.Pertama, karakteristik personal
individu sesungguhnya telah tertanam jauh di dalam kepribadiannya sehingga
sulit untuk diubah walaupun dengan aneka cara. Kuncinya adalah pengikut harus
menerima secara legowo karakteristik seorang pemimpin,
memahami dampak kepribadiannya tersebut diri mereka, dan menerima keistimewaan
dan faktor ideosinkretik yang melekat pada seorang pemimpin. Kedua,
invididu memiliki sejumlah motif dan perasaan yang berada di bawah alam
sadarnya. Motif dan perasaan ini tidak mereka sadari. Sebab itu, perilaku
individu tidak hanya merupakan hasil dari tindakan dan respon yang bisa
diamati, melainkan juga residu emosi dari pengalaman sebelumnya yang telah
mengendap sekian lama di alam bawah sadarnya.
Pendekatan psikodinamik berakar dari karya
psikoanalisis Sigmund tahun 1938. Freud berusaha membantu masalah para
pasiennya yang tidak berhasil ditangani oleh metode-metode konvensional. Metode
yang ia gunakan adalah menghipnotis pasien guna menyingkap alam bawah sadanya.
Kajian Freud lalu dilanjutkan muridnya, Carl Gustave Jung. Kajian psikoanalitis
Frued dan Jung inilah yang kemudian mendasari pendekatan psikodinamika dalam
kepemimpinan.
Carl Gustav Jung kemudian mengembangkan
alat ukur yang menjadi dasar pengukuran Kepemimpinan Psikodinamik. Alat ukur
tersebut dikembangkan berdasarkan 4 dimensi.Pertama, menekankan pada
kemana individu mencurahkan energinya (internal ataupun eksternal). Kedua,
melibatkan cara orang mengumpulkan informasi (secara zakelijkataupun
lebih intuitif dan acak). Ketiga, cara individu membuat keputusan
(apakah rasional-faktual ataukah subyektif-personal). Keempat,
menekankan pada perbedaan antarindividu, antara yang terencana dengan yang
spontan.
Berdasarkan keempat dimensi tersebut, Jung
kemudian membuat empat klasifikasi yang menjadi dasar kategorisasi kepemimpinan
psikodinamik yaitu :
1)
Ekstraversi versusintroversi, meliputi
kemana individu cenderung mencurahkan energinya, kepada aspek internal ataukah
eksternal.
2)
Sensing versus intuiting,
meliputi apakah individu cenderung mengumpulkan informasi secara empirik
ataukah intuitif
3)
Thinking versusfeeling, yang meliputi
kecenderungan individu untuk membuat keputusan secara rasional atau subyektif
4)
Judging versus perceiving,
meliputi kecenderungan individu untuk hidup secara tertata/terencana ataukan
spontan. Berdasarkan keempat modelnya ini, Jung mampu membuat 16
kombinasi.
Ektraversi
adalah kecenderungan individu untuk mengumpulkan informasi, inspirasi, dan energi
dari luar dirinya. Salah satu ciri individuekstrovert adalah mereka
bicara banyak hal. Orang seperti ini suka berhubungan dengan orang lain dan
memiliki kecenderungan bertindak. Mereka terkesan bersemangat dan disukai dalam
pergaulan sosial.
Sebaliknya,
individiu introvert cenderung menggunakan gagasan dan
pemikirannya sendiri dalam mengumpulkan informasi tanpa terlalu membutuhkan
rangsangan eksternal. Individu seperti pun cenderung mendengar ketimbang
berbicara. Mereka mampu mengumpulkan informasi baik melalui kegiatan membaca
ataupun menonton televisi. Ciri utama introversi adalah kebutuhannya untuk
menyendiri agar mampu berpikir serta memulihkan diri.
Dimensi sensing dan intuition berkait
dengan kegiatan invididu dalam memperoleh informasi. Sensor mengumpulkan data
lewat perasa (sensing), dan pemikiran mereka berkisar di sekitar masalah
praktis dan faktual. Individu kategori sensingcenderung menyukai
rincian serta melibatkan diri di dalam dunia praktis. Mereka lebih
memperhatikan segala apa yang bisa mereka lihat, dengar, sentuh, bau, dan
rasakan. Ketepatan dan akurasi adalah kesukaan utama orang yang
berdimensi sensing.
Tipe Intuition adalah
orang yang intuitif. Mereka cenderung konseptual dan teoretis. Pengalaman
praktis dalam kehidupan sehari-hari justru membosankan mereka. Mereka lebih
menyukai kegiatan pemikiran yang kreatif, berpikir tentang masa depan, serta
melakukan hal-hal yang tidak umum saat menyelesaikan suatu masalah. Dalam
mengumpulkan informasi, tipe intuition mencari segala
keterhubungan dan mengkaji hipotesis-hipotesis; mereka cenderung menggunakan
kerangka teoretis dalam memahami dan memperoleh data. Thinking dan Feeling,
setelah
memperoleh informasi, individu perlu membuat keputusan berdasarkan data dan
fakta yang mereka miliki. Terdapat dua cara dalam membuat keputusan, yaitu
dengan thinking dan feeling. Individu yang masuk
kategori thinkingcenderung menggunakan logika, menjaga
obyektivitas, dan berpikir secara analitis. Dalam melakukan kegiatan ini,
mereka cenderung tidak melibatkan diri ataupun terkesan terpisah dengan orang
lain. Mereka lebih suka membuat keputusan secara terukur.
Kebalikan
dari thingking adalah feeling. Tipe ini cenderung
subyektif, mencari harmoni dengan orang lain, serta lebih memperhatikan
perasaan orang lain. Individu tipe ini pun cenderung lebih terlibat dengan
orang lain baik di dalam lingkup pekerjaan, serta umumnya dianggap sebagai
individu yang bijaksana atau manusiawi.
Judging dan Perceiving Tipe judger cenderung
menyukai sesuatu yang terstruktur, terencana, terjadual, dan hal-hal yang
solutif (menyelesaikan permasalahan). Mereka lebih menyukai kepastian dan
cenderung bertindak secara step-by-step. Sebab itu, tipe ini merasa
yakin pada metodenya ketika bertindak. Sebaliknya, perceiver cenderung
lebih fleksibel, adaptif, tentatif, dan terbuka. Mereka ini lebih
spontan. Perceiver menghindarideadline yang serius
dan bisa mengubah pikiran ataupun keputusannya sendiri hampir tanpa kesulitan.
Tabel kelebihan dan kekurangan dari dimensi Jung sebagai berikut:
Tipe
Pemimpin
|
Kelebihan
Pemimpin
|
Kekurangan
|
Thinker
|
Obyektif
Rasional
Penuntas
masalah
|
Kritis
Penuntut
Tidak
sensitif
|
Feeler
|
Empatik
Kooperatif
Loyal/Setia
|
Tidak
tegas
Berubah-ubah
|
Ekstravert
|
Bersemangat
Komunikatif
Terbuka
|
Kebanyakan
ngomong
Ceroboh
|
Introvert
|
Pendiam
Reflektif
Pemikir
|
Lambat
memutuskan
Ragu-ragu
|
Intuitor
|
Pemikir
strategis
Berorientasi
masa depan
|
Samar-samar
Tidak
rinci
|
Sensor
|
Praktis
Berorientasi
tindakan
|
Tidak
imajinatif
Cenderung
rincian
|
Judger
|
Tegas
Ketat
pada rencana
|
Kaku
Tidak
fleksibel
|
Perceiver
|
Fleksibel
Penasaran
Informal
|
Berantakan
Tidak
fokus
|
Kuesioner yang populer untuk mengukur
keempat dimensi Jung tersebut adalah yang dikembangkan Myers dan Briggs yang
disebut MBTI (Myers-Briggs Typhology Inventory).
Kajian formal atas pendekatan
psikodinamika dalam kepemimpinan dilakukan seorang profesor manajemen di Harvard
University, Abraham Zaleznik, tahun 1977. Zaleznik banyak menggunakan data
dari para pemimpin karismatik. Pada masa yang kemudian, Michael Maccoby mulai
mengembangkan pendekatan psikodinamik, yang memadukan antara bidang antropologi
dengan pelatihan psikoanalitik. Akhirnya, pada tahun 2003, Maccoby berhasil
mengembangkan apa yang kemudian dikenal sebagai tipe pemimpin bercorak narsistik
produktif sebagai kategori pemimpinan yang visioner. Pendekatan
psikodinamik ini juga menganggap bahwa gaya kepemimpinan seseorang dipengaruhi
oleh latar belakang keluarga dan polesan-polesan psikologis.
2.5
Gaya Kepemimpinan
a. Gaya
Kepemimpinan
1)
Teori X dan TeoriY
Dalam studi klasik, McGregor
menjelaskan dua gaya kepemimpinan, yaitu Teori X dan Teori Y, yang cocok untuk
tipe organisasi yang berbeda. Teori X lebih cocok untuk organisasi dengan
pegawai yang tidak menyukai situasi kerja mereka dan akan menghindari perkejaan
jika memungkinan, Pada kasus ini, pegawai harus dipaksa, dikendalikan, atau
ditegur agar organisasi mencapai sasaran dan tujuannya. Pegawai mencari kendali
karena mereka tidak bersedia mengarahkan proses kerja mereka. Hal yang paling
penting bagi mereka adalah keamanan. McGregor mengatakan bahwa situasi ketika
pegawai merasa tidak senang dan perlu dikendalikan akan mendorong pimpinan pada
gaya kepemimpinan otoriter. Teori X menggambarkan pendekatan yang sangat
negatif terhadap kepemimpinan.
Teori Y cocok untuk organisasi
dengan pegawai yang menyukai yang menyukai pekerjaanmereka dan merasa bahwa
pekerjaannya natural dan penuh ketenangan. Selain itu, karena pegawai menerima
sasaran dan tujuan organisasi, mereka berkeinginan mengarahkandiri mereka sendiri
dan bahkan mencari tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi. Akhirnya
pengambilan keputusan terjadi pada semua tingkat organisasi. Teori Y pada
dasarnya merupakan bentuk kepemimpinan demokrasi
2)
Managerial
Grid
Blake dan Mouton mengadaptasi Managerial Grid (Instrumen yang
ditemukan oleh Blake dan koleganya) untuk membentuk Leadership Grid. Terdapat 81 posisi pada kisi dan lima gaya
kepemimpinan yang berbeda. Sumbu vertikal menggambarkan perhatian pada pegawai
dan sumbu horizontal menggambarkan perhatian pada produksi (perilaku
berorientasi tugas). Lokasi setiap gaya kepemimpinan pada kisi ditentukan oleh
tempat gaya tersebut berada dalam dua dimensi. Sebagai contoh, pendakatan country club management ditandai dengan
tingkat perhatian pada pegawai yang tinggi dan tingkat perhatian pada produksi
yang rendahserta ditempatkan pada sudut kiri atas kisi. Pendekatan manajerial
inimenciptakan suasana santai dan membuat pegawai senang untuk datang bekerja.
Jika pempinan tidak serius dalam
memperlihatkan kesejahteraan pegawai atau produksi, hasilnya adalah improverished management. Pada gaya
kepemimpinan ini, pemimpin terlibat dalam upaya minimum yang diperlukan untuk
menyelesaikan masalah produksi.
Pendekatan ketiga adalah team management , dengan tingkat
perhatian pada pegawai dan produksi tinggi. Hubungan saling percaya yang kuat
berkembang dan semua atau sebagian besar pegawai merasa berkomitmen untuk
menyelesaikan tugas yang ditanganinya. Pada pendekatan Authority-Obedience , perhatian utama pemimpin adalah mengontrol
proses produksi dan meningkatkan produktivitas. Perhatian pemimpin untuk
kesejahteraan pegawai rendah. Sedangkan, organization
man management yaitu mencoba menyeimbangkan antara kebutuhan pegawai dengan
kebutuhan produksi.
3)
Gaya Kepemimpinan Berdasarkan Kepribadian
Padadasarnyadidalamsetiapgayakepemimpinan
terdapat2unsurutama,yaituunsur pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting
behavior).Sedangkan berdasarkankepribadianmakagayakepemimpinan dibedakanmenjadi(RobertAlbanese,David
D.VanFleet,1994):
a)
Gaya KepemimpinanKharismatis
Gayakepemimpinankharismatisadalahgayakepemimpinan yangmampumenarikatensi banyakorang,karenaberbagaifaktoryangdimilikiolehseorang
pemimpinyangmerupakan anugerahdariTuhan.Kepribadian
dasarpemimpin modeliniadalahkuning.Kelebihangaya
kepemimpinankarismatisiniadalah mampumenarikorang.Merekaterpesonadengancara berbicaranyayangmembangkitkansemangat.Biasanyapemimpindengankepribadiankuningini visionaris.Merekasangatmenyenangiperubahandantantangan.Namun,kelemahanterbesar tipekepemimpinan modelinibisasayaanalogikandenganperibahasa"TongKosong Nyaring Bunyinya".Merekamampumenarikoranguntukdatangkepadamereka. Setelah beberapalama, orang-orangyangdatanginiakankecewakarenaketidak-konsistenan pemimpintersebut.Apa yangdiucapkanternyatatidakdilakukan.Ketikadimintapertanggungjawabannya,
sipemimpin akanmemberikanalasan,
permintaanmaafdanjanji.GayakepemimpinankharismatisbisaefektifjikaMerekabelajaruntukberkomitmen,sekalipunseringkalimerekaakangagal
dan Merekamenempatkanorang-oranguntukmenutupikelemahanmereka,dimanakepribadian ini
berantakandantidaksistematis.
b)
Gaya KepemimpinanOtoriter
Gayakepemimpinan otoriteradalahgayapemimpinyangmemusatkansegalakeputusan dankebijakanyangdiambildaridirinyasendirisecarapenuh. Segalapembagian tugasdan
tanggungjawabdipegangolehsipemimpinyangotoritertersebut,sedangkanparabawahan hanyamelaksanakantugasyangtelahdiberikan.Dalamgayakepemimpinanotoriter,pemimpin
mengendalikansemuaaspekkegiatan.Pemimpinmemberitahukan sasaranapasajayangingin dicapai
dan cara untuk
mencapai sasaran
tersebut, baik
itu sasaran utama maupunsasaran
minornya.
Pemimpinyangmenjalankangayakepemimpinan
inijugaberperansebagaipengawas terhadapsemuaaktivitasanggotanya danpemberijalankeluarbilaanggotamengalamimasalah. Dengan kata lain, anggota tidak
perlu pusing memikirkan apappun.
Anggota cukup
melaksanakanapayangdiputuskanpemimpin.
Kepribadian dasar pemimpin
modeliniadalahmerah.Kelebihanmodelkepemimpinan otoriterini ada
padapencapaianprestasinya.Tidakada
satupuntembok
yang mampu
menghalangi langkah pemimpin ini.Ketika
diamemutuskansuatu
tujuan,itu adalah
harga
mati, tidak ada alasan,yang
adaadalahhasil.Langkah
-langkahnyapenuhperhitungandan sistematis. Dingindansedikitkejamadalahkelemahanpemimpindengankepribadian merah ini.Mereka sangat
mementingkantujuan,sehingga
tidak
pernah peduli
dengancara.
Makan
atau dimakan
adalah
prinsip hidupnya. Gaya
kepemimpinan inimenganggapbahwa
semua orang adalah musuh,
entah
itu bawahannya
atau rekan kerjanya.Gaya kepemimpinan
otoriter ini
kadangkalamenekankan kepada bawahannya supaya
tidak
menjadi
ancaman, dengan kedisiplinanyangtidakmasukakalataudengantargetyangtakmungkin
dicapai.Gaya kepemimpinan
otoriterinibisaefektifbilaadakeseimbanganantaradisiplinyangdiberlakukan
kepadabawahanserta adakompromiterhadapbawahan.
c)
Gaya KepemimpinanDemokratis
Gayakepemimpinan
demokratisadalahgayapemimpinyangmemberikanwewenang
secaraluaskepadaparabawahan.Setiapadapermasalahanselalumengikutsertakan bawahan sebagaisuatutimyangutuh.Dalamgayakepemimpinan demokratispemimpinmemberikan
banyak informasitentangtugas serta
tanggungjawab
para
bawahannya.Kepribadiandasar
pemimpinmodelini
adalahputih.
Padagayakepemimpinan demokrasi,anggotamemilikiperananyanglebihbesar.Pada kepemimpinan ini
seorang
pemimpin hanya
menunjukkansasaran
yang ingin dicapai
saja, tentangcarauntukmencapaisasarantersebut,anggotayangmenentukan.Selainitu,anggota jugadiberikeleluasaanuntukmenyelesaikanmasalahyangdihadapinya.Kelebihangayakepemimpinan demokratisiniadadipenempatan perspektifnya.Banyak orangseringkalimelihatdarisatusisi,yaitusisikeuntungan
dirinya.Sisanya,melihatdarisisi keuntungan
lawannya. Hanya pemimpindengankepribadianputihiniyangbisamelihatkedua
sisi,dengan jelas.Apayangmenguntungkandirinya, danjugamenguntungkanlawannya.Dalam bahasasederhana,seorangpemimpinyangmemilikigayakepemimpinan
jenisinimerupakan
diplomatoryangulung,atauwin-winsolution.
Kesabarandankepasifanadalahkelemahan
pemimpindengangayademokratisini.Umumnya,
merekasangatsabardansanggupmenerima
tekanan.Namunkesabarannyaini
bisasangat -sangatketerlaluan.Merekabisamenerima perlakuanyangtidakmenyengangkantersebut,tetapi
pengikut-pengikutnyatidak.Danseringkali
hal inilahyangmembuatparapengikutnyameninggalkansi
pemimpin.Gaya kepemimpinandemokratis
ini akan efektif bila
pemimpinmauberjuanguntukberubahkearahyanglebih dan memilikisemangatbahwahidupinitidakselaluwin-win
solution, adakalanyaterjadiwin-loss
solution.Pemimpinharusmengupayakan
agardiatidakselalukalah,tetapiadakalanyamenjadi
pemenang.
d)
Gaya KepemimpinanMoralis
Gaya kepemimpinan moralis adalah gaya kepemimpinanyang
paling menghargai
bawahannya. Kepribadian
dasar
pemimpin
model
ini adalah
biru. Biasanya seorang pemimpin bergaya moralis sifatnyahangat dansopankepadasemuaorang.Pemimpin
bergaya moralispadadasarnya
memiliki empati yang tinggi terhadap
permasalahan
para bawahannya.
Segala bentuk kebajikan ada dalam
diri
pemimpin ini. Orang-orangdatang karenakehangatannya akan terlepas dari segala kekurangannya. Pemimpin bergaya
moralis adalah
sangat emosinal.
Diasangattidak
stabil, kadang
bisa tampak sedih dan
mengerikan, kadang
pula bisa sangat
menyenangkan
dan bersahabat.
Gayakepemimpinanmoralisini
efektifbilakeberhasilanseorangpemimpinmoralis dalam mengatasi
kelabilanemosionalnya seringkalimenjadiperjuanganseumurhidupnya dan belajar
mempercayai orang lain atau membiarkan melakukan
dengancaramereka,
bukandengancaraanda.
4)
Kepemimpinan Situsional
Dalam hal ini, pemimpin sebaiknya
menggunakan gaya kepemimpinan berbeda untuk situasi yang berbeda daripada hanya
menggunakan satu gaya kepemimpinan. Dalam buku one-minute manager, yang ditulis oleh Blanchard et al, mencoba
mengintegrasikan kebutuhan organisasi dengan kebutuhan pegawai dan konsumen.
Blanchard dan koleganya menamakan pendekatan mereka sebagai Kepemimpinan
Situasional. Sama dengan Manajerial Grid ,
perilaku kepemimpina dievaluasi dengan pendekatan dua dimensi, yaitu pengarahan
dan pendukungan. Tipekepemimpinan yang relatif tidak mendukung dan tidak
mengarahkan disebut gaya
kepemipinan “pendelegasian”. Tipe kepemimpinan yang mendukung namun tidak
mengarahkan disebut gaya kepemimpinan “pendukungan”. Perilaku kepemimpinan yang
tinggi dukungan dan tinggi pengarahanmerupakan “pelatihan” , serta perilaku
kepemimpinan yang sedikit dukungan dan tinggi pengarahan disebut
“Pengarahan”.Model kepemimpinan tersebut dengan sengaja dibuat fleksibel.
Pemimpin perlu menangani pegawai pada situasi tertentu dalam menggunakan gaya
kepemimpinan spesifik, gaya kepemimpinan sebagian dipengaruhi oleh tugas dan
lamanya pegawai dalam organisasi.
Terdapat
tumpang tindih yang jelas antara gaya kepemimpinan McGregor dan Blanchard.
Teori X mencakup pengarahan dan beberapa pelatihan. Teori Y mencakup beberapa
pelatihan, [endukungan, dan pendelegasian. Meskipun demikian model kepemimpinan
Situasional II lebih adaptif dari keduaya. Hersey, Blenchard, dan Johnson
mencatat tumpang tindih antara model McGregor dan Kepemimpinan Situasional II,
namun mereka berpikir bahwa Teori X dan Teori Y menggambarkan asumsi pemimpin
dan manajer tentang kepemimpinan dan asumsi tersebut sering tidak diterapkan
dalam tindakan.
Jelas
bahwa pemimpin harus menggunakan strategi yang berbeda untuk pegawai yang
berbeda. Kepemimpinan terjadi dalam konteks sosial ketika nilai dan norma tidak
dapat membantu, namun dapat mempengaruhi proses memimpin. Satu pendekatan
kepemimpinan tidak dapat digunakan untuk setiap individu dalam lembaga. Sayangnya,
beberapa pemimpin kesehatan masyarakat masih belum flesibel dan menggunakan
satu gaya kepemimpinan secara dominan. Contohnya, seorang administrator
kesehatan masyarakat lokal meyakini bahwa penting bagi dirinya untuk
menggunakan pendekatan otoriter dalam mengatur stafnya. Beberapa tahun
kemudian, ia pindah ke lembaga kesehatan masyarakat yang baru, yang bentuknya
terlihat lebih demokratis. Ia mengubah gaya kepemimpinannya, namun tampaknya
tidak menyadari bahwa gaya kepemimpinan harus dikaitkan dengan situasi yang
terjadi bukan pada lembaganya.
5)
Gaya Kepemimpinan yang Efektif
Gayakepemimpinanyangmanayangsebaiknyadijalankanolehseorang
pemimpin
terhadap organisasinyasangat
tergantungpada
kondisianggotaorganisasiitu
sendiri. Pada
dasarnyatiapgayakepemimpinan hanyacocokuntukkondisitertentusaja.Denganmengetahui kondisinyataanggota, seorangpemimpindapatmemilihmodelkepemimpinanyangtepat.Tidak menutupkemungkinanseorangpemimpinmenerapkan gayayangberbeda untukdivisi
atauseksi
yangberbeda.
Gaya setiappemimpin
tentunyaberbeda-beda,demikianjugadenganparapengikutnya.
Inimerupakancaralainuntukmengatakanbahwasituasi-situasitertentumenuntutsatugaya kepemimpinan
tertentu, sedangkan situasi lainnya
menuntut gaya
yang
lain pula. Gaya kepemimpinanyangdijalankanolehseseorangberbedasatusamalain.
Padasuatuwaktutertentukebutuhan-kebutuhankepemimpinan
darisuatuorganisasi
mungkin berbeda
dengan waktu lainnya, karena
organisasi-organisasi akan mendapatkan kesulitanbilaterus-menerusbergantipimpinan,makaparapemimpinlahyangmembutuhkan
gayayangberbedapadawaktuyang berbeda.Gayayangcocoksangattergantung
padatugas
organisasi,tahapankehidupanorganisasi,dankebutuhan-kebutuhan padasaatitu.Organisasi- organisasiperlumemperbarui dirimerekasendiri,dangayakepemimpinanyangberbeda
seringkalidibutuhkan.
Seringkaliseorangpemimpinharusbertindaksecarasepihak.Organisasi-organisasiharus melewatitahap-tahapyangberbeda dalamhidupmereka.Selamaperiode-periode
pertumbuhan
danperkembanganyangcepat,kepemimpinan
otokrasimungkinakanbekerjadenganbaik.
Misalnya,pendirisuatuorganisasikeagamaanyangbaru,sering merupakan tokohkharismatik yang mengetahuisecaraintuitifapayangharusdilakukandanbagaimana melakukannya.Karena ituadalahvisinya,makaialahyangpalingsanggupuntukmenanamkannya kepadaoranglain
tanpadiskusi.Tetapiselamaperiodepertumbuhanyanglambatatau konsolidasi,organisasi tersebutperlumenyediakanwaktulebihuntukmerenungdanberusahaagar lebihberdaya guna.
Ketikaorganisasitersebutmasihbaru,pendirinyadapatmengandalkan kekuatanvisinya
untuk
menarikorang-oranglain
yangmempunyaisasaran
yangsama.
Namun,pada waktu organisasiituberhasil,makacara-caralainuntukmempertahankan
persamaanvisiakan
diperlukan.
Bila
gaya
kepemimpinan tidak
disesuaikan,
sehingga mencakup penyamaan
sasaran
dengan peran sertapenuh,sering
organisasi tersebutmengalamikegagalan.Seorang pemimpinyangbaikharusmempunyai keberanianuntukmengambilkeputusandanmemikul
tanggungjawabatasakibatdanresikoyangtimbulsebagaikonsekwensidaripadakeputusan yangdiambilnya.
Seorang pemimpin
haruspunyapengetahuan,
keterampilan, informasiyangmendalam
dalamprosesmenyaringsatukeputusanyangtepat.Disamping itu,gayakepemimpinanyang dijalankannyadalammengelolasuatuorganisasiharusdapatmempengaruhi danmengarahkan
segalatingkahlakudaribawahansedemikian rupa,sehingga segalatingkahlakubawahansesuai
dengankeinginanpimpinanyangbersangkutan. Apapungayakepemimpinanyangdijalankan olehseorang pemimpin
terhadaporganisasiyangdipimpinnyaharusdapatmemberikanmotivasisertakenyamanbagiparaanggotanya.
Hanyadenganjalandemikianpencapaiantujuandapat
terlaksana.Apapungayakepemimpinanyangdijalankanolehseorangpemimpin terhadap
organisasiyangdipimpinnya,diaharusdapatmemberikanmotivasi,kenyamanandanperubahan
kearahkebaikanbagi anggotanya.
b.
Pengukuran
Gaya Kepemimpinan
Untukmengukurgayakepemimpinan,dipergunakanindikatorsebagaiberikut(Gibson,2004):
1) Charisma
Adanya karismadariseorangpemimpinakanmempengaruhi bawahanuntukberbuatdan berperilakusesuaidengankeinginanpimpinan.
2) Idealin!luence(pengaruhideal)
Seorang pemimpinyangbaikharusmampumemberikanpengaruhyangpositifbagi bawahannya.
3) Inspiration
Pemimpinharusmemilikikemampuan
untukmenjadisumberinspirasibagibawahannya,
sehinggabawahanmempunyaiinisiatifagardapatberkembang
danmemilikikemampuan sepertiyangdiinginkanolehpemimpinnya.
4) Intellectualstimulation
Adanyakemampuansecara intelektualitasdari
seorangpemimpinakan dapat menuntun bawahannyauntuklebihmajudanberpikiran
kreatifsertapenuhinovasiuntukberkembang
lebihmaju.
5) Individualizedconsideration(perhatianindividu)
Perhatian
dari seorangpemimpinterhadap
bawahannyasecara
individualakan
mempengaruhibawahanuntukmemilikiloyalitas tinggiterhadappemimpinnya.
2.6 Kepemimpinan
yang Efektif
a.
Studi
Kepemimpinan dengan Berbagai Pendekatan
Yukl (2015) mengungkapkan
mengenai studi kepemimpinan dengan
berbagai macam pendekatan:
1)
Situasi
Kepemimpinan
Aspek
situasi menentukan pentingnya kepemimpinan dan jenis kepemimpinan apa yang
diperlukan. Kelompok yang anggotanya bingung dan kecil hati membutuhkan lebih
banyak kepemimpinan dari pada kelompok yang teratur baik dan kohesif dengan
anggota yang berkomitmen. Organisasi dilingkungan yang amat bergolak lebih
membutuhkan kepemimpinan strategi untuk bertahan dan makmur daripada organisasi
yang telah beroperasi secara efisien dalam lingkungan yang lebih stabil. Terlepas dari semua tuntutan situasi dan
hambatan pemimpin, mereka tetap memiliki pilihan tentang aspek apa dari
pekerjaan itu yang perlu ditekankan, bagaimana mengalokasikan waktu mereka, dan
berinteraksi dengan siapa. Para pemimpin yang efektif berusaha memahami
tuntutan dan kendala, dan mereka mampu mengatasi konflik peran. Mereka berusaha
menggunakan kesempatan, dan membentuk kesan yang dibentuk oleh orang lain
mengenai kompetensi dan keahlian mereka.
Teori “Contingency’ dari Fiedler menyatakan bahwa
situasi dinilai dalam istilah situasi yang menguntungkan atau tidak
menguntungkan. Situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan apabila
dikombinasikan dengan gaya kepemimpinan berorientasi tugas akan efektif. Bila
situasi yang menguntungkan atau tidak menguntungkan hanya moderat, tipe kepemimpinan
hubungan manusiawi atau toleran dan lunak akan sangat efektif. Gambar 6.1 akan
memperjelas bagaimana gaya kepemimpinan efektif bervariasi dengan situasi.
Untuk
menjadi pemimpin yang efektif mereka perlu menyesuaikan gaya – gaya
kepemimpinan terhadap situasi. Dalam Situasi 1,2,7 dan 8, pendekatan otokratik
mungkin akan paling efektif. Sedangkan dalam situasi 3,4,5 dan 6, pendekatan
yang lebih berorientasi hubungan akan paling efektif. Bila pemimpin mempunyai
keterbatasan dalam kemampuan mereka untuk mengubah kepribadian dasar dan gaya
kepemimpinannya, situasi harus diubah, atau pemimpin harus dipilih yang gayanya
cocok dengan situasi yang ada. Tetapi seharusnya pemimpin dapat mengubah-ubah
gaya kepemimpinan mereka untuk memenuhi persyaratan/ kebutuhan situasi tertentu
dan seharusnya mereka dapat belajar untuk menjadi pemimpin yang efektif
(Handoko,2012).
2)
Perilaku
Kepemimpinan
Para
pemimpin yang efektif mengenali masalah yang penting, kemudian mengambil
tanggung jawab dengan masalah itu dalam cara yang sistematis dan tepat waktu.
Dengan menghubungkan masalah yang satu dengan yang lain, mereka menemukan
kesempatan untuk memecahkan lebih dari satu masalah pada waktu yang sama.
Perilaku
yang efektif menemukan perilaku yang berorientasi tugas, hubungan, dan
perubahan yang cocok untuk situasi saat ini. Perilaku yang berorientasi tugas
digunakan untuk memperbaiki atau memelihara efisiensi dan koordinasi internal
tim atau organisasi. Para pemimpin yang efektif merencanakan dan menjadwalkan
aktivitas dalam cara yang akan bisa memanfaatkan orang, sumber daya, informasi,
dan peralatan dengan lebih baik. Mereka memberikan tugas, menentukan persyaratan
sumber daya, dan mengoordinasikan aktivitas yang saling terkait. Mereka
mendorong dan memfasilitasi upaya untuk meningkatkan kualitas, produktivitas,
dan penggunaan sumber daya. Mereka membantu memperjelas tujuan, prioritas, dan
standar untuk mengevaluasi hasil. Mereka mengawasi operasi internal kelompok
atau organisasi untuk menilai kinerja dan mendeteksi masalah yang harus
diselesaikan.
Perilaku
yang berorientasi hubungan digunakan untuk membangun komitmen terhadap tujuan
kerja, rasa saling percaya dan kerja sama. Para pemimpin yang efektif
menggunakan beragam perilaku yang berorientasi hubungan. Mereka bersifat
mendukung terhadap orang (memperlihatkan rasa percaya dan hormat) serta memberi
pengakuan atas prestasi dan kontribusi. Mereka memberikan pelatihan dan
pembimbinganuntuk membangun keterampilan dan kapasitas diri pengikut. Mereka
memberdayakan orang untuk mengatasi masalah operasi pekerjaan mereka dan
memberi layanan yang lebih baik ke pelanggan serta klien. Mereka menggunakan
perilaku pembuatan tim untuk meningkatkan identifikasi dengan kelompok dan
membangun kepercayaan serta kerja sama anggota. Akhirnya, para pemimpin ini
membangun dan memelihara hubungan jaringan kerja sama dengan orang luar yang
merupakan sumber informasi, bantuan dan dukungan politik yang berharga.
3)
Kekuasaan
dan Pengaruh
Pengaruh
adalah esensi dari kepemimpinan. Banyak aktivitas para pemimpin formal
melibatkan upaya untuk memengaruhi sikap dan perilaku orang, yang mencakup
bawahan, rekan sejawat, atasan, dan orang luar. Berapa banyak kekuasaan dan
pengaruh yang dibutuhkan pemimpin tertentu bergantung pada situasinya.
Dibutuhkan pengaruh yang lebih banyak untuk membuat perubahan besar yang disitu
terdapat penolakaan kuat terhadap perubahan. Tidak dibutuhkan banyak pengaruh
ketika orang memiliki tujuan yang sama dan secara intrinsik termotivasi untuk
melakukan apa yang diperlukan. Pengaruh yang didapatkan dari kekuasaan posisi
amatlah penting saat diperlukan untuk mengendalikan para pemberontak yang
mengganggu aktivitas organisasi atau kriminal yang mencuri sumber daya
organisasi. Pengaruh yang menginspirasi dan pembangunan keyakinan adalah
penting untuk kinerja yang sukses bagi tugas yang sulit serta membuat orang
frustasi dan kecil hati, atau tugas yang berbahaya dan membuat mereka takut.
Para
pemimpin yang efektif mengembangkan kekuasaan berdasarkan referensi dan
kekuasaan berdasarkan keahlian untuk melengkapi kekuasaan posisi dan
menggunakannya untuk membuat permintaan dan memotivasi komitmen pada tugas yang
membutuhkan tinggi upaya, inisiatif, serta keteguhan. Kekuasaan berdasarkan
referensi dikembangkan dengan bersikap mendukung, peduli, adil dan
menerima.Kekuasaan berdasarkan keahlian diperoleh dengan menangani secara
berhasil ancaman eksternal dan masalah internal. Pemimpin yang efektif berusaha
memberdayakan para pengikut. Para pemimpin ini juga menggunakan cara yang tidak
langsung dalam memengaruhi orang, seperti sistem managemen, sistem imbalan,
program perbaikan, dan fasilitas.
4)
Ciri
dan Keterampilan
Keterampilan
teknis, konseptual, dan antarpribadi dibutuhkan bagi kebanyakan peran dan
fungsi kepemimpinan. Keterampilan kognisi diperlukan untuk menganalisis
masalah, mengembangkan solusi kreatif, mengenali pola dan tren, membedakan
antara informasi relevan dan tidak relevan, memahami hubungan yang rumit.
Keterampilan antarpribadi dibutuhkann untuk memengaruhi orang, mengembangkan hubungan
kerja sama, membangun dan memelihara jaringan kerja, memahami individu,
memudahkan kerja tim, dan menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Keterampilan teknis dibutuhkan untuk memahami aktivitas, proses operasi, produk
dan jasa, teknologi, dan persyaratan hukum atau kontrak. Manfaat relatif dari
keterampilan yang berbeda-beda amatlah beragam dari situasi yang satu ke
situasi lainnya, tetapi beberapa keterampilan khusus barangkali berguna dalam
semua posisi kepemimpinan.
Bagi
kepemimpinan yang efektif, ciri kepribadian kelihatannya tidak terlalu penting
dibandingkan dengan keterampilan. Meski demikian, kebutuhan individu, nilai
inti, dan temperamen jelas relevan bagi kepemimpinan yang efektif.
Pemimpin
dengan orientasi kekuasaan pribadi berusaha mengumpulkan kekuasaan yang lebih
banyak, dan mereka menggunakannya dengan cara manipulatif, impulsif, dan
mendominasi untuk memperbesar kekuasaan mereka dan mendapatkan kesetiaan
pribadi dari bawahan. Sebaliknya, para pemimpin yang memiliki orientasi
kekuasaan sosial dan tingkat perkembangan moral kognisi yang tinggi menggunakan
pengaruh mereka membangun komitmen terhadap tujuan ideal, dan mereka berusaha
memberdayakan bawahan dengan berbagai informasi dan menggunakan lebih banyak konsultasi,
delegasi, dan pengembangan keterampilan serta keyakinan bawahan.
Keterampilan
kognisi dan teknik dibutuhkan untuk merencanakan proyek, mengoordinasikan
hubungan yang rumit, mengarahkan aktivitas unit, dan menganalisis masalah
operasi. Keterampilan kognisi dan keterampilan antarpribadi dibutuhkan untuk
melakukan rapat pemecahan masalah yang efektif.
Beberapa
ciri dan keterampilan terlihat sangat relevan bagi kepemimpinan efektif yang
berorientasi hubungan. Keterampilan komunikasi (mendengarkan dan prestasi),
kematangan emosi, dan kecerdasan emosi memfasilitasi perkembangan hubungan yang
kooperatif dan membuat upaya memengaruhi lebih efektif. Pemimpin dengan
orientasi kekuasaan sosial akan lebih mungkin mendukung, mengembangkan dan
memberdayakan bawahan. Apresiasi bagi perbedaan individu dan budaya dapat
membantu pemimpin memengaruhi orang dalam kelompok yang beragam dan memudahkan
kerja sama dan kerja tim.
Beberapa
ciri dan keterampilan terlihat amatlah relevan bagi kepemimpinan efektif yang
berorientasi perubahan. Orientasi
keberhasilan yang kuat dapat menjadi sumber motivasi untuk berjuang agar
menjadi luar biasa dan mengejar perbaikan yang inovatif. Keterampilan kognisi
yang kuat dan pengetahuan teknis yang relevan membantu pemimpin mengenali ancaman
dan kesempatan dalam lingkungan eksternal dan memformulasikan strategi yang
tepat berdasarkan pada kompetensi inti organisasi. Orientasi kekuasaan sosial,
integritas yang kuat, dan tingkat perkembangan moral yang tinggi ditemukan
dalam pemimpin yang perhatian utamanya adalah kesejahteraan pengikut dan
organisasi, bukan kemajuan karier mereka sendiri atau keuntungan pribadi.
Kecerdasan sosial dan emosi membantu pemimpin menentukan siapa yang harus
dipengaruhi untuk mendukung perubahan dan bagaimana melakukannya. Keterampilan
komunikasi membantu pemimpin
menyampaikan visi yang menarik dan membujuk orang akan perlunya perubahan.
Kesediaan
dan kemampuan untuk belajar serta beradaptasi adalah persyaratan penting bagi
kepemimpinan yang efektif di dunia ini tidak pasti dan bergolak. Pemimpin yang
efektif cukup fleksibel sehingga dapat menyesuaikan perilaku mereka ketika
kondisi berubah, dan mereka menemukan cara menyeimbangkan nilai yang berbeda
serta mengatasi konflik peran. Keterampilan dan pengetahuan yang relevan dapat
diperoleh melalui kombinasi pelatihan formal, aktivitas pengembangan, dan
aktivitas pembelajaran mandiri. Namun, motivasi dan kepribadian seseorang juga
memengaruhi keinginan untuk mempelajari keterampilan baru, kesediaan untuk
mengambil risiko dalam mencoba pendekatan baru, kesiapan untuk menerima umpan
balik tentang kekurangan.
b.
Esensi Kepemimpinan yang Efektif
Menurut Yukl (2015) Esensi Kepemimpinan yang Efektif
yaitu:
1)
Membantu Menerjemahkan Makna Peristiwa.
Para pemimpin yang efektif membantu
orang menerjemahkan peristiwa, memahami mengapa peristiwa itu relevan, dan
mengenali ancaman dan kesempatan yang muncul.
2)
Membantu Penyesuaian atas Tujuan dan
Strategi.
Kinerja yang efektif pada tugas
kolektif membutuhkan kesepakatan yang cukup besar tentang apa yang dilakukan
dan bagaimana melakukannya. Membantu membangun konsensus tentang pilihan ini
amatlah penting dalam kelompok yang baru terbentuk dan dalam organisasi yang
telah kehilangan jalan mereka. Para pemimpin yang efektif membantu menciptakan
kesepakatan tentang tujuan, prioritas dan strategi.
3)
Membangun Komitmen Tugas dan Optimisme.
Kinerja tugas
yang sulit dan penuh tekanan membutuhkan komitmen dan keteguhan ketika
menghadapi halangan dan kemunduran. Para pemimpin yang efektif meningkatkan
antusiasme atas pekerjaan itu, komitmen terhadap tujuan tugas, dan keyakinan
bahwa upaya itu akan berhasil.
4)
Membangun Rasa Saling Percaya dan Kerja
Sama.
Kinerja yang efektif pada tugas
kolektif membutuhkan kerja sama dan saling mempercayai, yang akan terjadi
ketika orang saling memahami, menghargai keberagaman, dan mempu menghadapi
serta menyelesaikan perbedaan dalam cara yang konstruktif. Para pemimpin yang
efektif memupuk sikap saling menghormati, rasa saling percaya, dam kerja sama.
5)
Memperkuat Identitas Kolektif.
Keefektifan kelompok atau
organisasi membutuhkan paling tidak derajat identifikasi kolektif yang
menengah. Para pemimpin yang efektif membantu menciptakan identitas unik bagi
kelompok atau organisasi, dan yang efektif membantu menciptakan identitas unik
bagi kelompok atau organisasi, dan mereka menyelesaikan masalah keanggotaan
dalam cara yang konsisten dengan identitas ini.
6)
Mengatur dan Mengoordinasikan Aktivitas.
Kinerja yang berhasil pada tugas
yang rumit membutuhkan kapasitas untuk mengkoordinasikan banyak aktivitas yang
berbeda tetapi saling terkait dalam cara yang mengunakan orang dan sumber daya
secara efisien. Para pemimpin yang efektif membantu orang menjadi teratur
melaksanakan aktivitas kolektif secara efisien, dan mereka membantu
mengkoodinasikan aktivitas ini ketika terjadi.
7)
Mendorong dan Memfasilitasi Pembelajaran
Kolektif.
Dalam lingkungan yang amat
kompetitif dan bergolak, pembelajaran dan inovasi yang berkelanjutan amat
penting bagi kelangsungan dan kemakmuran organisasi. Para anggota harus
mempelajari secara kolektif cara yang lebih baik untuk bekerja bersama menuju
tujuan bersama. Para pemimpin yang
efektif mendorong dan memfasilitasi pembelajaran dan inovasi kolektif.
8)
Mendapatkan Sumber Daya dan Dukungan
yang Diperlukan.
Bagi kebanyakan kelompok dan
organisasi, kelangsungan dan kemakmuran membutuhkan pertukaran yang
menguntungkan dengan pihak-pihak luar. Sumber daya, persetujuan, bantuan dan
dukungan politis harus diperoleh dari atasan dan orang diluar unit itu. Para
pemimpin yang efektif mempromosikan dan mempertahankan minat unit dan membantu
memperoleh sumber daya dukungan yang diperlukan.
9)
Mengembangkan dan Memberdayakan Orang.
Kinerja kelompok atau organisasi
kemungkinan menjadi lebih baik bila anggota yang kompeten terlibat secara aktif
dalam memecahkan masalah dan membuat keputusan. Keterampilan yang relevan harus
dikembangkan untuk menyiapkan orang bagi peran kepemimpinan, tanggung jawab
baru, dan perubahan besar. Para pemimpin yang efektif membantu orang-orang
mengembangkan keterampilan mereka dan memberdayakan orang untuk menjadi agen
perubahan dan pemimpin itu sendiri.
10)
Mempromosikan keadilan Sosial dan
Moralitas.
Kepuasan dan komitmen anggota
ditingkatkan dengan iklim keadilan, rasa iba, dan tanggung jawab sosial. Untuk
memelihara iklim demikian diperlukan upaya aktif untuk melindungi hak individu,
mendorong tanggung jawab sosial, dan menentang praktik yang tidak etis. Para
pemimpin yang efektif memberikan cotoh perilaku yang etis, dan mereka melakukan
tindakan yang diperlukan untuk mempromosikan keadilan sosial.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi
orang lain agar mampu memahami serta menyetujui apa yang harus dilakukan
sekaligus bagaimana melakukannya, termasuk pula proses memfasilitasi upaya
individu atau kelompok dalam memenuhi tujuan bersama. Kepemimpinan memiliki 3
fungsi yaitu Aspek tekis-organisatoris, Aspek finansial ekonomi, Aspek
manusia (sosial)
yang masing masing memiliki pengaruh dalam pengimplementasian suatu
kepemimpinan. Selain itu,Hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa seorang
yang tergolong sebagai pemimpin adalah seorang yang pada waktu lahirnya telah
diberkahi bakat kepemimpinan dan mengembangkan bakat genetisnya melalui
pendidikan pengalaman kerja. Pengembangan kemampuan itu merupakan suatu proses
yang berlangsung terus-menerus agar yang bersangkutan semakin memiliki banyak
ciri-ciri kepemimpinan dan kesemuanya dimunculkan dalam bentuk syarat-syarat
kepemimpinan.
Dalam pelaksanaannya kepemimpinan juga
terdiri dari beberapa pendekatan kepemimpinan, pendekatan tersebut meliputi Pendekatan
Sifat (Trait), Pendekatan
Keahlian (Skill), Pendekatan Gaya (Style), Pendekatan Situasional, Pendekatan Kontijensi, Teori Path-Goal, Teori Pertukaran Leader-Member, Pendekatan Transformasional, Pendekatan Otentik, Pendekatan Tim dan Pendekatan Psikodinamik yang semuanya itu akan
menciptakan suatu gaya kepemimpinan yang akan diwujudkan dalam bentuk tindakan
oleh individu maupun organisasi dalam proses pelaksanaan manajemen. Sehingga
dengan adanya seluruh proses dan komponen-komponen kepemimpinan tersebut maka
akan menciptakan suatu produk kepemimpinan yang efektif dan layak untuk
dilakukan dalam sutau organisasi.
3.2 Saran
Dalam upaya mewujudkan
suatu organisasi yang baik yang mengacu pada pelaksanaan sistem yang dilakukan
secara menyeluruh, maka diperlukan suatu penyesuaian praktek-praktek
kepemimpinan yang dilakukan oleh pemimpin organisasi maupun anggota organisasi
lainnya, sehingga organisasi yang ditempati bisa menjadi organisasi yang
efektif dan dapat melihat problematika yang ada baik di internal maupun eksternal
organisasi dan menyelesaikan masalah yang didapatkan dengan proses-proses
kepemimpinan tepat guna dan tepat sasaran.
DAFTAR PUSTAKA
Bernard M. Bass and Ronald E.
Riggio, Transformational..., op.cit., p.10
Bernard M. Bass and Ronald E.
Riggio, Transformational..., op.cit.
Bernard M. Bass and Ronald E.
Riggio, Transformational Leadership, 2nd Edition
(Mahwah, New Jersey : Lawrence Erlbaum Associates, Inc., 2008) p.1-16.
Bruce J. Avolio and Fred J. Luthans, The
High Impact Leader: Moments Matter in Accelerating Authentic Leadership (New
York: McGraw-Hill, 2006) p.2
Carl E. Larson and Frank M.J.
LaFasto, Teamwork: What Must Go Righ, What
Can Go Wrong (Newbury
Park, California: SAGE Publications, Inc., 1989)
Daina Mazutis, “Authentic Leadership”
dalam W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, eds., Cases in Leadership (Thousand
Oaks, California: SAGE Publications, 2011) p286-7.
Don Hellriegel and John W. Slocum, Organizational
Behavior, 11th Edition
(Mason, Ohio : Thomson Higher Education, 2007) p. 219.
Ernest L. Stech, “Psychodynamic
Approach” dalam Peter Guy Northouse,
Kartono, Kartini. 2005. Pemimpin dan Kepemimpinan “Apakah Kepemimpinan Abnormal Itu?”.
Jakarta. Rajawali Press
Leadership ..., op.cit., p.272-3
Laurie J. Mullins,Management and Organisational
Behavior, 7thEdition, (Essex:
Pearson Education Limited, 2005), p.282.
Robert N. Lussier and Christopher F.
Achua, Leadership : Theory, Application, and Skill Development, 4th Edition
(Mason, Ohio : South-Western Cengage Learning, 2010) p.6.
Gary Yukl, Leadership in
Organizations, Sixth Edition (Delhi : Dorling Kindersley, 2009) p.26.
George R. Goethals, eds., et.al.,Encyclopedia
of Leadership, (Thousand Oaks: SAGE Publications, 2004) p.1529.
Laurie J. Mulllins, op.cit.,
p.295-99.
Laurie J. Mullins, op.cit.
Peter G. Northouse, Leadership :
Theory and Practice, Fifth Edition (Thousand Oaks, California : SAGE
Publication, 2010) p.3. Sebelum muncul footnote baru,
materi ini masih mengikut pendapat Northouse.
Peter G. Northouse, Leadership ..., op.cit.,
p.71
Peter Guy Northouse, op.cit.,
p.147-56. Sebelum diseling footnote lain, penjelasan menginduk
pada bahasan Northouse.
Richard L. Daft, The Leadership
Experience, 4th Edition (Mason, Ohio : Thomson Learning
Education, 2008) p. p.55.
Stephen P. Robbins, Essentials of
Organization Behavior, 7th Edition (New Jersey : Pearson Education, Inc., 2003), p.130.
Susan E. Kogler Hill, “Team Leadership”
dalam Peter Guy Northouse, Leadership ...,op.cit., p.244.
T. Hani Handoko, (2012). Manajemen, Edisi 2. Yogyakarta: BPFE
Umam,
Khaerul, 2012. Manajemen Organisasi. Bandung. : Pustaka Setia
W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, Cases
in Leadership, (Thousand Oaks, New York: SAGE Publication, 2011) p.314-6.
W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, Cases
in Leadership, Second Edition (Thousand Oaks,California : SAGE
Publications, Inc., 2010) p.101-3.Gambar diambil dari Peter G.
Northhouse, op.cit., p. 74.
W. Glenn Rowe and Laura Guerrero, op.cit., p.
101.Diambil dari Don Hellriegel and John W.Slocum, Organizational ..., op.cit.,
p. 222.
Winardi. 2000. Kepemimpinan dalam Manajemen.
Jakarta. Rineka Cipta
Yukl Gary, (2015). Kepemimpinan dalam
Organisasi, Edisi 7. Jakarta. PT Indeks
Tidak ada komentar:
Posting Komentar